Do'a Pelaksanaan Kegiatan Manasik Haji Usia Dini/ Taman Kanak - Kanak (TK) _ pondoklentera.com

Kajian Keagamaan Media Bimbingan dan Penyuluhan; Khutbah Jum'at, Khutbah Jum'at Bahasa Jawa, Makalah Keagamaan, Opini dan Kegiatan Kepenyuluhan Syukur Widodo Penyuluh Agama Islam Kankemenag Kabupaten Purworejo "مَالَا يُدْرَكُ كُلُّهُ لَا يُتْرَكُ كُلُّهُ“ Sesuatu yang tidak dapat dicapai secara keseluruhan, maka jangan ditinggalkan samasekali/semuanya”
Oleh: Syukur Widodo, S.Pd.I
A. Latar
Belakang Masalah
Suasana nyaman, sikap santun
serta kejujuran seolah merupakan kondisi yang sulit untuk didapatkan dalam
kehidupan saat ini. Sering ditemui seseorang menikmati music dari dalam rumah
dengan suara yang menggelegar tanpa mempedulikan kondisi tetangga dan
lingkungannya. Di jalan raya pengendara motor kurang memperdulikan keselamatan
diri dan pengguna jalan, begitu juga lampu merah di lewati begitu saja, yang
terkadang membahayakan pengguna jalan bahkan bisa terjadi kejadian yang fatal.
Dalam pelaksanaan Pemilu berbagai kecurangan guna memperoleh kemenangan
dihalalkan. Tak pelak lagi dalam pelaksanaan UAN kecurangan pun masih sering
ditemui. Dalam kehidupan bermasyarakat
seseorang dengan mudahnya menghujat bahkan membenci tetangga maupun
saudaranya tanpa kunjung reda.
Tentu kondisi tersebut menjadi
keprihatinan bersama, dan patut menjadi sasaran bimbingan dan penyuluhan bagi
Kementerian Agama secara umum dan Penyuluh Agama Islam secara khusus.
Sebagaimana Visi Kementerian Agama "Terwujudnya
masyarakat Indonesia yang taat beragama, maju, sejahtera dan cerdas serta saling
menghormati antar sesama pemeluk agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia." (Peraturan
Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2006)
Lebih jauh Rasulullah SAW bersabda:
وعن جابرٍ رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم: كل معروفٍ صدقة : أخرجه البخاري
Begitu juga maqolah:
رحمة الله سر و لعنة الله سر
Dari uraian fenomena sosioantropologis di atas
penulis merasa tertarik untuk mengangkat judul makalah “Shodaqoh Suasana dan
Ekspresi”
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan shodaqoh?
2.
Apa yang
dimaksud dengan shodaqoh suasana dan ekspresi?
C. Tujuan
1.
Guna memahami
tentang konsep shodaqoh
2.
Diharapkan
shodaqoh suasana dan ekspresi dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari- hari,
sehingga akan menumbuhkan sikap kasih sayang, tereduksinya sifat suudhon yang
pada akhirnya kerukunan umat dapat tercipta.
D. Metodologi
Penulisan
Metode
penulisan makalah ini adalah deskriptif analitik dengan metode deduktif
induktif.
E. Pembahasan
A. Pengertian
Shodaqoh
Shodaqoh asal kata bahasa Arab shadaqoh
yang berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain
secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Juga
berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang
mengharap ridho Allah SWT dan pahala semata. Shadaqoh berasal dari kata shadaqa
yang berarti benar. Makna shodaqoh secara bahasa adalah membenarkan sesuatu.
(Ust. M. Taufiq Ridho, Lc., Perbedaan ZIWAF, (Jakarta: Tabung Wakaf Indonesia,
tt), h. 01. ).
Shadaqoh menurut bahasa adalah sesuatu
yang diberikan dengan tujuan mendekatkan diri pada Allah SWT. Menurut Syara',
shadaqoh adalah memberi kepemilikan pada seseorang pada waktu hidup dengan
tanpa imbalan sesuatu dari yang diberi serta ada tujuan taqorrub pada Allah
SWT. Shodaqoh juga diartikan memberikan sesuatu yang berguna bagi orang lain
yang memerlukan bantuan (fakir-miskin) dengan tujuan untuk mendapat pahala (Drs. Shodiq, SE., Kamus Istilah Agama, (Jakarta: C.V.
SEINTTARAMA, 1988), Cet. 2, h. 289.).
Perngertian shadaqoh sama dengan
perngertian infak. Hanya saja, jika infak berkaitan dengan materi, sedekah
memiliki arti lebih luas, menyangkut juga hal yang non-materi. Misalnya amal
kebaikan yang dilakukan seorang Muslim juga termasuk shodaqoh (Indonesian
Muslim Society, Sedekah, http://forumsedekah.blogspot.com.).
B. Macam-
Macam Shodaqoh
Pertama, shodaqoh adalah pemberian
harta kepada orang-orang fakir, orang yang membutuhkan, ataupun pihak-pihak
lain yang berhak menerima shodaqoh, tanpa disertai imbalan (Mahmud Yunus, 1936:
33, Wahbah Az Zuhaili, 1996: 919). Sebagaimana QS Al Baqoroh ayat 271:
اِنْ تُبْدُوا الصَّدَقٰتِ فَنِعِمَّا هِيَ ۚ وَاِ نْ تُخْفُوْهَا وَ تُؤْتُوْهَا الْفُقَرَآءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۗ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِّنْ سَيِّاٰتِكُمْ ۗ وَا للّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
Artinya: Jika kamu menampakkan sedekah(mu), Maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, Maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Shodaqoh ini hukumnya adalah sunnah,
bukan wajib. Karena itu, untuk membedakannya dengan zakat yang hukumnya wajib,
para fuqaha menggunakan istilah shodaqoh tathawwu’ atau ash shodaqoh an nafilah
(Az Zuhaili 1996: 916). Sedang untuk zakat, dipakai istilah ash shodaqoh al
mafrudhah (Az Zuhaili 1996: 751). Namun seperti uraian Az Zuhaili (1996: 916),
hukum sunnah ini bisa menjadi haram, bila diketahui bahwa penerima shodaqoh
akan memanfaatkannya pada yang haram, sesuai kaidah syara’(8):
اَلْوَسِيْلُ
إِلىَ الْحَرَامِ وَهُوَ حَرَامٌ
“Segala
perantaraan kepada yang haram, hukumnya haram pula”. Bisa pula hukumnya menjadi
wajib, misalnya untuk menolong orang yang berada dalam keadaan terpaksa
(mudhthar) yang amat membutuhkan pertolongan, misalnya berupa makanan atau
pakaian. Menolong mereka adalah untuk menghilangkan dharar (izalah adh dharar)
yang wajib hukumnya. Jika kewajiban ini tak dapat terlaksana kecuali dengan
shodaqoh, maka shodaqoh menjadi wajib hukumnya, sesuai kaidah syara’ :
مالايتم
الواجب إلا به فهو واجب
“Segala sesuatu yang tanpanya suatu
kewajiban tak terlaksana sempurna, maka sesuatu itu menjadi wajib pula
hukumnya”. Dalam ‘urf (kebiasaan) para fuqaha, sebagaimana dapat dikaji dalam
kitab-kitab fiqh berbagai madzhab, jika disebut istilah shodaqoh secara mutlak,
maka yang dimaksudkan adalah shodaqoh dalam arti yang pertama ini yang hukumnya
sunnah bukan zakat.
Kedua, shodaqoh adalah identik dengan
zakat (Zallum, 1983: 148). Ini merupakan makna kedua dari shodaqoh, sebab dalam
nash-nash syara’ terdapat lafazh “shodaqoh” yang berarti zakat. Misalnya firman
Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 60:
اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَا لْمَسٰكِيْنِ وَا لْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَا لْمُؤَلَّـفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَا بِ وَا لْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَا بْنِ السَّبِيْلِ ۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ وَا للّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para
mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana.
Dalam ayat tersebut, “zakat-zakat”
diungkapkan dengan lafazh “ash shodaqoot”. Begitu pula sabda Nabi
SAW kepada Mu’adz bin Jabal RA ketika dia diutus Nabi ke Yaman:
“…beritahukanlah kepada mereka (Ahli Kitab yang telah masuk Islam), bahwa Allah
telah mewajibkan zakat atas mereka, yang diambil dari orang kaya di antara mereka,
dan diberikan kepada orang fakir di antara mereka…”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Pada hadits di atas, kata “zakat”
diungkapkan dengan kata “shodaqoh”. Berdasarkan nash-nash ini dan yang
semisalnya, shodaqoh merupakan kata lain dari zakat. Namun demikian, penggunaan
kata shodaqoh dalam arti zakat ini tidaklah bersifat mutlak. Artinya, untuk
mengartikan shodaqoh sebagai zakat, dibutuhkan qarinah (indikasi) yang
menunjukkan bahwa kata shodaqoh dalam konteks ayat atau hadits tertentu,
artinya adalah zakat yang berhukum wajib, bukan shadaqah tathawwu’ yang
berhukum sunnah.
Pada ayat ke-60 surat At Taubah di
atas, lafazh “ash shodaqoot” diartikan sebagai zakat (yang hukumnya wajib),
karena pada ujung ayat terdapat ungkapan “faridhatan minallah” (sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah). Ungkapan ini merupakan qarinah, yang menunjukkan bahwa
yang dimaksud dengan lafazh “ash shdaqoot” dalam ayat di atas, adalah zakat
yang wajib, bukan shodaqoh yang lain.
Begitu pula pada hadits Mu’adz, kata
“shodaqoh” diartikan sebagai zakat, karena pada awal hadits terdapat lafazh
“iftaradha” (mewajibkan atau memfardhukan). Ini merupakan qarinah bahwa yang
dimaksud dengan “shodaqoh” pada hadits itu adalah zakat, bukan yang lain.
Dengan demikian, kata “shodaqoh” tidak dapat diartikan sebagai “zakat”, kecuali
bila terdapat qarinah yang menunjukkannya.
Ketiga, shodaqoh adalah sesuatu yang
ma’ruf (benar dalam pandangan syara’). Pengertian ini didasarkan pada
hadits shahih riwayat Imam Muslim bahwa Nabi SAW bersabda : “Kullu ma’rufin
shadaqah” (Setiap kebajikan, adalah shodaqoh). Berdasarkan ini, maka mencegah
diri dari perbuatan maksiat adalah shodaqoh, memberi nafkah kepada keluarga
adalah shodaqoh, ber-amar ma’ruf nahi munkar adalah shodaqoh, menumpahkan
syahwat kepada isteri adalah shodaqoh, dan tersenyum kepada sesama muslim pun
adalah juga shodaqoh.
Penggunaan kata shodaqoh yang memiliki
arti sangat luas seperti yang terdapat dalam Al-Qur'an, menjadikan perbedaan
dalam pemberian hukum terhadap kata shodaqoh. Shadaqoh ada yang wajib yaitu
yang disebut Zakat. Ada yang mustahab (dianjurkan) seperti memberi buka puasa
pada orang yang berpuasa Ramadhan dan memberi santunan kepada para fuqara' dan
masakin dari harta selain zakat atau dikenal juga dengan istilah shodaqoh
at-tatawwu’
C. Shodaqoh
Suasana Dan Ekspresi (Kebaikan)
Berdasarkan
uraian tentang macam- macam shodqoh di atas, maka memberikan suasana nyaman,
tentram dan bersikap serta bertutur kata yang baik, jujur dan tidak berlaku
curang dalam berkompetisi merupakan suatu bentuk shodaqoh. Sebagaimana hadits
Rasulullah SAW:
وعن جابرٍ رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم: كل معروفٍ صدقة : أخرجه البخاري
Setiap kebajikan adalah shodaqoh.
Dengan adanya sikap dan ekspresi
yang baik serta memberikan suatu kondisi yang nyaman dan mententramkan kepada
orang lain serta lingkungan diharapkan kerukunan, ketertiban dan peradaban yang
tinggi dapat tercipta.
Guna mewujudkan dan melatih diri agar mapu untuk
belajar merealisasikan shodaqoh ma’ruf yang diridhoi Allah SWT, maka menjadi
sebuah keniscayaan untuk menginternalisasikan pada setiap pribadi:
1. Tidak
meremehkan amal atau perbuatan baik sekecil apapun.
رحمة الله سر و لعنة الله سر
2. Bersikap
Adil dan Ihsan
وَيُصْبِحُ
بِذَلِكَ عَدْلاً لاَ يَمِيْلُ بِهِ هَوًى وَلاَ تَجْرُفُهُ شَهْوَةٌ أَوْ دُنْيَا
وَيَسْتَوْجِبُ مَحَبَّةَ اللّهِ وَرِضْوَانَهُ
Adapun ihsan menurut Prof.
Dr. M. Quraish Shihab, ngatosaken “ihsan” yoiku mbales kesaenan kaliyan ingkang
langkung sae utawi mbales perkawis awon kaliyan perkawis ingkang sae.
3. Memiliki
Akhlak Rohmat
والرحمة وإن كانت حقيقتها رقة القلب وانعطاف النفس المقتضي للمغفرة و
الاحسن
Penutup
Kesimpulan
1. Sesuatu
pemberian yang diperbolehkan oleh syara untuk mengharap ridho Allah.
2. Shodaqoh
ekspresi dan suasana adalah sebagala bentuk haliyah atau sikap perbuatan yang
baik bagi orang lain tanpa batas tempat dan waktu guna mengarap rohmat dan
ridho Allah SWT.
Daftar Pustaka
Muchlis Usman,
Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah
Visi Misi
Kementerian Agama
Abubakar Jabir
Al Jazairy, Minhajul Muslim